[go: nahoru, domu]

Lompat ke isi

SMA Kolese Loyola Semarang: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Olentz (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Olentz (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 6: Baris 6:
|didirikan=[[1941]]
|didirikan=[[1941]]
|tipe=[[Swasta]],[[Katolik]],[[Yesuit]]
|tipe=[[Swasta]],[[Katolik]],[[Yesuit]]
|kepsek=Rm. [[J. Moerti Yoedho Koesoemo]], S.J.
|kepsek=Pater [[J. Moerti Yoedho Koesoemo]], S.J.
|pamong=Rm. [[Agustinus Mintara]], SJ
|pamong=Pater [[Agustinus Mintara]], SJ
|rektor=Pater [[Subagyo]], SJ
|alamat=Jalan Karanganyar 37
|alamat=Jalan Karanganyar 37
|kota=[[Semarang]]
|kota=[[Semarang]]
|provinsi=[[Jawa Tengah]]
|provinsi=[[Jawa Tengah]]
|negara=[[Indonesia]]
|negara=[[Indonesia]]
|murid=400-600
|murid=500-600
|website=http://www.koleseloyola.com
|website=http://www.koleseloyola.com
}}
}}

Revisi per 17 Maret 2006 07.54

Kolese Loyola
Berkas:LogoKoleseLoyola.png
Informasi
Didirikan1941
JenisSwasta,Katolik,Yesuit
Rektor / KetuaPater Subagyo, SJ
Kepala SekolahPater J. Moerti Yoedho Koesoemo, S.J.
Jumlah siswa500-600
Alamat
LokasiJalan Karanganyar 37, Semarang, Jawa Tengah, Indonesia
Situs webhttp://www.koleseloyola.com
Moto
MotoAd Majorem Dei Gloriam

Kolese Loyola (Loyola College atau yang lebih dikenal dengan akronim LC [élsé]) adalah sebuah lembaga pendidikan bernafaskan iman Katolik yang dijalankan oleh Serikat Yesus. Kolese Loyola berlokasi di Jalan Karang Anyar No.37, Semarang. Nama Loyola diambil dari nama santo pelindung sekolah, Santo Ignatius Loyola (1491-1556).

Sejarah Kolese

Pendidikan Loyola mengakar sangat dalam di dalam sejarah kolese Yesuit. Dimulai dari jaman Ignatius, jaman penjajahan Belanda, awal kemerdekaan Indonesia, hingga sekarang.

Jaman Santo Ignatius

Beberapa lama setelah lahirnya Serikat Yesus, Ignatius dan kawan-kawannya menghadapi masalah besar dalam mencari tenaga baru dewasa yang cakap, terdidik, dan terpanggil seperti mereka. Serikat muda ini diminta mengemban tugas-tugas yang semakin lama semakin berat dan banyak. Jalan satu-satunya adalah mendirikan beberapa pusat pendidikan untuk kaum muda yang terpanggil untuk mengabdi seperti mereka. Pusat-pusat pendidikan ini begitu berhasil dan terkenal sehingga banyak orang tua ingin menitipkan anak-anak mereka ke dalam pusat pendidikan Yesuit yang kemudian disebut collegium atau kolese. Arti harafiah kolese tidak lain adalah tempat belajar bersama atau sekolah berasrama (dalam bahasa Latin kata "cum" berarti "bersama" sedangkan "legere" berarti "membaca" atau "belajar").

Kolese terkenal karena pendidikan humanisme dam alumni-alumninya. Pada masa itu sedang berkembang paham humanisme atau kemanusiaan. Humanisme memusatkan perhatian pada martabat manusia (dalam bahasa Latin kata "homo" berarti "manusia"). Satu gerakan cabang humanisme memandang manusia sama sekali otonom dan karenanya harus mengembangkan segala potensinya tanpa mengindahkan iman dan agama bahkan menolak Tuhan. Sumber pendidikan humanisme adalah karya sastra dan budaya Yunani-Romawi yang jauh lebih bermutu daripada karya sastra budaya kontemporer yang terlalu dipengaruhi agama dan kitab suci.

Kolese mengembangkan humanisme religius, yaitu suatu humanisme yang di satu sisi mengakui otonomi dan potensi manusia dan di sisi lain mengakui bahwa martabat, otonomi, dan potensinya itu berakar pada hakekat manusia sebagai anak-anak Allah yang dicintai-Nya. Dengan demikian untuk perkembangan intelektual, kolese mampu menggunakan sumber pendidikan karya sastra dan budaya Yunani-Romawi secara optimal. Untuk perkembangan pribadi, kolese mampu menghargai usaha pengembangan potensi siswa dalam kebebasan dan kemandirian. Sedangkan untuk perkembangan iman, kolese mampu merajut pendidikan modern tersebut dalam religiositas yang mendalam. Pendidikan kolese begitu berhasil sehingga alumni-alumni tidak hanya menghayati humanisme. Lebih dari itu, di tempat mereka berada dan bekerja, mereka menjadi tokoh-tokoh pembela humanisme religius.

Akhirnya sampai pada tahun 1556 saat meninggalnya, Santo Ignatius telah merestui pendirian 40 kolese dan menyetujui karya pendidikan di kolese sebagai salah satu karya Serikat Yesus. Semboyan kolese pada tahun itu adalah "Mendidik kaum muda adalah mereformasi dunia" (Educatio puerorum reformatio mundi). Sekolah mendidik humanis religius dan menumbuhkan mereka menjadi pendekar humanisme religius melawan humanisme atheis yang menyesatkan.

Jaman Penjajahan Belanda

Kolese pertama di Indonesia adalah Kolese Xaverius di Muntilan. Pendiri dan pencetus ide itu adalah Pater van Lith, SJ. Murid-muridnya mengatakan bahwa ia adalah seorang Belanda berhati Jawa (waktu itu negara Indonesia belum berdiri). Ia prihatin sekali terhadap keadaan kemanusiaan waktu itu. Orang Jawa di tanahnya sendiri adalah budak, sedangkan orang Belanda adalah tuan. Ini adalah suatu kemanusiaan yang timpang. Ia ingin mengubah persepsi, sikap, dan penghayatan akan kemanusiaan yang salah itu. Untuk itu, ia mendirikan kolese bagi pemuda Jawa atau Indonesia. Di Kolese Xaverius, siswa meresapkan iman yang benar, yaitu keyakinan bahwa manusia, Belanda atau Jawa, diciptakan sama sebagai anak-anak Allah. Di samping itu, mereka belajar bahasa dan budaya Belanda. Di asrama, siswa belajar hidup dengan cara hidup orang Belanda. Dengan bekal yang diperoleh selama di kolese, siswa-siswa Jawa menghayati kemanusiaan yang benar, tidak menjadi inferior, mampu berbahasa dan bertatacara sebagai manusia berbudaya modern. Mereka dapat duduk sama rendah berdiri sama tinggi dengan orang Belanda.

Cita-cita kolese Pater van Lith, SJ berhasil. Hal ini tampak dari penghayatan para siswanya sebagai orang Jawa otentik yang mampu hidup modern. Mereka menghayati kemanusiaan yang benar, memperjuangkan, dan menyebarkannya. Banyak dari mereka menjadi guru dan mengajarkan apa yang telah diperoleh dari Muntilan. Banyak juga yang berkecimpung dalam berbagai profesi dan di mana mereka berada, mereka memperjuangkan ideal Kolese Xaverius.

Loyola pada saat sekitar berdirinya

Pendiri Kolese Loyola adalah Pater Jan van Waayenburg, SJ. Akhir tahun 1948, Belanda meninggalkan Indonesia. Pada saat yang kritis tersebut negara Indonesia ditinggalkan oleh para pemimpin birokrasi, bisnis, kemasyarakatan, dan pendidikan. Mereka kembali ke negeri Belanda. Melihat situasi tersebut, Pater Jan prihatin. Di samping itu, ia juga prihatin dan kagum terhadap anak-anak muda yang pulang dari gerilya karena ikut orang tuanya. Di satu sisi mereka tidak mempunyai sekolah, dan di sisi lain mereka adalah anak-anak muda pemberani, mengorbankan hidup nyaman di rumah untuk ikut berperang, dan berjuang guna kepentingan orang banyak membela tanah air.

Berawal dari keprihatinan di atas, Pater Jan ingin ikut serta menyiapkan pemimpin-pemimpin masa depan Indonesia dengan mendirikan kolese untuk mendidik kaum muda. Ia mencita-citakan agar siswa kolese menjadi pemimpin-pemimpin masa depan yang berjuang untuk rakyat banyak, bersemangat tinggi, dan mampu berkorban seperti kaum muda yang bergerilya. Mereka diharapkan menjadi tokoh masyarakat yang tegar dalam moral dan yang berkepedulian kepada kepentingan rakyat banyak. Pemikiran Pater Jan van Waayenburg, SJ mengenai pendidikan sama dengan pemikiran para pater Yesuit pertama sekalipun konteksnya berbeda.

Pada Agustus 1949, Pater Jan van Waayenburg, SJ mendirikan suatu SMA yang bernama Canisius VHO (VHO adalah sekolah persiapan ke perguruan tinggi). Pada awalnya, sekolah ini bertempat di Bruderan Kalisari. Jumlah siswa-siswinya sedikit. Oleh karena itu, antara siswa dan siswi dicampur. Setelah jumlahnya memadai, para siswa dipisahkan dari para siswi dalam kelas-kelas yang tersendiri. Kelas para siswa diasuh oleh rama-rama Yesuit. Sedangkan para siswi diasuh oleh suster-suster Fransiskanes. Pada tahun 1950, kelas para siswa dipindah ke lokasi baru di jalan Karanganyar 37. Canisius VHO menjelma menjadi Kolese Loyola. Kelas para siswa ini disebut Loyola Putra. Sedangkan para siswi dipindah ke daerah Bangkong, pada jalan Mataram 908 dan diasuh oleh suster Fransiskanes.

Sejak 1 Agustus 1968, kedua bagian secara resmi berdiri sendiri dengan nama Loyola I dan Loyola II. Sejak 1 Februari 1982, pemisahan Kolese Loyola dari Loyola II menjadi sempurna dengan berubahnya nama Loyola II menjadi Sedes Sapientie. Suster PI juga mendirikan sebuah sekolah sekolah yang terpisah dari Loyola II menjadi Loyola III di Kebon Dalem. Sekolah Suster PI ini telah berpisah secara resmi sejak 25 April 1973 dan menjadi SMA Kebon Dalem. Kolese Loyola sendiri menerima murid putri secara resmi dari kelas 1 pada tahun 1968. Untuk mewadahi kiprah alumni Kolese Loyola dibentuklah suatu wadah yang bernama KEKL (Keluarga Eks Kolese Loyola) pada tanggal 27 Desember 1962. Dalam wadah KEKL tersebut diharapkan alumni tidak hanya bekerja sama untuk meraih cita-citanya, tetapi juga untuk menjadi pelopor dalam memperjuangkan kepentingan bangsa.

Loyola di akhir Milenium II

Konteks pendidikan di Indonesia di tahun 1965-1995 adalah pembangunan. Dalam masa pembangunan banyak orang yang tertinggal, menjadi miskin, dan tertindas. Atas nama pembangunan tidak jarang terjadi ketidakadilan dan pelanggaran HAM. Dalam konteks pembangunan ini Pater Krekelberg, SJ dan Pater Dumais, SJ menggambarkan pendidikan di Loyola sebagai suatu pangkalan pasukan perintis (a school should be a frontier post). Pendidikan diarahkan untuk membentuk pejuang-pejuang bagi kepentingan rakyat banyak dan tidak hanya mencari kenyamanannya sendiri. Pendidikan diarahkan untuk membentuk siswa-siswi menjadi mandiri, kreatif, inisiatif, dan berjuang untuk kepentingan rakyat banyak.

Pater Markus, SJ dan Pater Warnabinarja, SJ mengungkapkan pembinaan di Loyola sebagai pembinaan untuk mengembangkan siswa menjadi manusia bagi sesama (man and woman for others). Para rektor pada waktu itu mengimpikan agar para siswa menjadi orang-orang terdidik yang mau bersusah payah bagi orang lain, khususnya yang miskin, kecil, tertindas, dan tertinggal.

Dalam konteks pembangunan ini kemanusiaan sejati atau humanisme sejati adalah humanisme yang memuat kepedulian sosial. Para pengasuh Loyola mengharapkan alumni menghayati humanisme yang memuat kepedulian sosial dan sekaligus berjuang untuk memecahkan masalah-masalah sosial yang besar yang melanda Indonesia.

Loyola di awal Milenium III

Konteks pendidikan pada awal milenium III adalah masyarakat yang sakit, yaitu masyarakat yang diliputi dengan ketidakadilan, kemiskinan, terkoyaknya persaudaraan, kurang penghargaan terhadap martabat manusia bahkan perusakan lingkungan. Dari konteks pendidikan, pendidikan berjalan ke arah yang salah. Pendidikan hampir melulu mengembangkan aspek intelektual tanpa memperhatikan konteks siswa yang nyata. Aspek intelektual itu pun direduksi menjadi hafalan, sedangkan metode pembelajarannya cenderung verbalitas dan mengandalkan ceramah.

Menjadi konteks masa kini dan setia pada pada arah pendidikan Serikat Yesus, Loyola merumuskan arah pendidikannya yaitu menumbuhkan pemimpin-pemimpin yang melayani, kompeten, berhatinurani benar, dan berkepedulian. Loyola mengharapkan siswa-siswinya menjadi pribadi-pribadi yang dibekali kepedulian, yang mau bersusah payah untuk orang lain, khususnya yang kurang beruntung, dan yang mau ikut serta berusaha mengubah budaya, kebiasaan-kebiasaan, aturan-aturan dalam bisnis, politik serta tata hukum agar masyarakat dan warganya menjadi lebih manusiawi. Yang dikembangkan dalam diri siswa melalui pendidikan kolese adalah agar siswa-siswinya menghayati kemanusiaan religius yang sejati dan berjuang untuk menjadikan masyarakat menjadi lebih manusiawi.

Berdasarkan arah tersebut, Kolese Loyola merumuskan visinya, yaitu terwujudnya pejuang-pejuang pembaharu dunia yang kompeten, berhati nurani benar, dan berkepedulian sosial demi lebih besarnya kemuliaan Allah.

Sejarah kolese menunjukkan bahwa arah pendidikan kolese selalu sama, yaitu mendidik kaum muda adalah mereformasi dunia. Saat ini, arah kolese tersebut dirumuskan : kolese mendidik orang-orang muda sebagai agen perubahan sosial dan menjadi tempat ditumbuhkembangkannya penggerak-penggerak perubahan sosial. Segala perubahan yang diarah selalu disesuaikan dengan konteks sosial dan kemasyarakatan yang ada.

Fasilitas Kolese

Gedung baru mulai dipergunakan pada tahun 2004, walaupun pembangunannya baru dapat diselesaikan separuhnya. Tapi gedung baru ini membawa serta banyak fasilitas baru, di samping fasilitas-fasilitas lama yang masih memadai untuk menunjang kegiatan belajar mengajar. Beberapa fasilitas penting di SMA Kolese Loyola adalah:

Laboratorium SMA Kolese Loyola dilengkapi dengan tiga laboratorium, masing-masing untuk Fisika, Kimia dan Biologi. Dalam waktu dekat akan tersedia pula berbagai laboratorium baru termasuk di antaranya laboratorium bahasa. Di samping itu terdapat juga satu laboratorium komputer yang mampu menunjang pendidikan komputer dasar hingga networking.

Sarana Olahraga Sarana olahraga di SMA Kolese Loyola mencakup sebuah lapangan sepakbola, basket indoor, basket outdoor, futsal, badminton, voli indoor, dan voli outdoor, di samping berbagai peralatan atletik dan peralatan olahraga lain (seperti tenis meja). Untuk lapangan basket indoor, voli indoor, badminton, dan futsal tergabung dalam sebuah aula yang luas, dilengkapi dengan Ruang Ganti dan Kamar Mandi.

Sarana Audio Visual Ruang-ruang audio visual di SMA Kolese Loyola telah dilengkapi dengan multimedia player, LCD projector, televisi, dan laptop.

Kafetaria Sebagai tempat makan dan berkumpul, tersedia dua buah kafetaria yang higienis.

Perpustakaan SMA Kolese Loyola memiliki sebuah perpustakaan yang buka pada setiap hari kerja dan dilengkapi dengan berbagai jenis buku, mulai dari novel hingga berbagai ensiklopedia berbahasa Inggris. Perpustakaan SMA Kolese Loyola juga menyediakan unit-unit komputer dengan akses internet yang dapat dipergunakan secara bebas.

Kapel Sebagai sekolah yang berasaskan Katolik, Loyola memiliki sebuah kapel di dalam lingkungan sekolah.

Teater Terbuka Di Kolese Loyola juga tersedia sebuah ruang Teater Terbuka, biasa digunakan untuk acara-acara khusus.

Acara Kolese

POPSILA
Pasar Murah
Pelantikan Pengurus DKKL
Natalan
Malam Budaya
English Debate
Paskahan
Pekan Olahraga
Penerimaan Murid Baru
LOSAC
Malam Musik

Pemimpin Kolese

Kepala Sekolah

  • Pater J. Moerti Yoedho Koesoemo, SJ : April 2004-sekarang
  • Pater Subagyo, SJ : 2003-April 2004
  • Bp. Sarwanto: ?-2003

Pamong

  • Pater Agustinus Mintara, SJ : Juni 2004-sekarang
  • Pater T. Puspodianto, SJ : Juni 1999-Juni 2004

Alumnus terkenal


Pranala luar