Kumarin
Nama | |
---|---|
Nama IUPAC
2H-chromen-2-one
| |
Nama lain
1-benzopyran-2-one
| |
Penanda | |
Model 3D (JSmol)
|
|
3DMet | {{{3DMet}}} |
ChemSpider | |
Nomor EC | |
PubChem CID
|
|
Nomor RTECS | {{{value}}} |
CompTox Dashboard (EPA)
|
|
| |
| |
Sifat | |
C9H6O2 | |
Massa molar | 146.143 |
Densitas | 0.935 g/cm³ (20 °C) |
Titik lebur | 71 °C |
Titik didih | 301 °C |
Kecuali dinyatakan lain, data di atas berlaku pada suhu dan tekanan standar (25 °C [77 °F], 100 kPa). | |
verifikasi (apa ini ?) | |
Referensi | |
Kumarin merupakan senyawa atsiri yang terbentuk terutama dari turunan glukosa nonatsiri saat penuaan atau pelukaan.[1] Hal ini penting terutama ada tumbuhan alfalfa dan semanggi manis di mana kumarin menyebabkan timbulnya aroma yang khas sesaat setelah kedua tumbuhan itu dibabat.[1] Para peneliti telah mengembangkan aglur semanggi tertentu yang mengandung sedikit kumarin dan strain lainnya yang mengandung kumarin dalam bentuk terikat.[1] Semua galur itu secara ekonomi sangat penting karena kumarin-bebas dapat berubah menjadi produk yang beracun, dikumarol, jika semanggi rusak selama penyimpanan.[1] Dikumarol adalah senyawa antipenggumpalan yang menyebabkan penyakit semanggi manis (penyakit perdarahan) pada hewan ruminansia (pemamah biak seperti sapi) yang memakan tumbuhan yang mengandung dikumarol.[1]
Skopoletin adalah kumarin beracun yang tersebar luas pada tumbuhan dan sering dijumpai dalam kulit biji.[1] Skopoletin merupakan salah satu senyawa yang diduga menghambat perkecambahan biji tertentu, menyebabkan dormansi sampai senyawa tersebut tercuci (misalnya, oleh hujan yang cukup lebat sehingga kelembapannya cukup bagi pertumbuhan kecambah).[1] Jadi peranannya adalah sebagai penghambat alami perkecambahan biji.[1]
Fungsi
Salah satu jenis kumarin yaitu [[preosen] yang diisolasi pada tahun 1976 dari tumbuhan Ageratum houstanianum menyebabkan metamorfosis dini pada beberapa spesies serangga dengan turunnya tingkat hormon pemudaan serangga sehingga menyebabkan pembentukkan serangga dewasa yang mandul.[2] Penurunan tingkat hormon juga menurunkan produksi feromon oleh serangga jantan sehingga daya tarik seksual terhadap serangga betina berkurang.[2] Dengan kemampuan seperti itu, preosen memiliki potensi sebagai insektisida yang berpengaruh hanya terhadap spesies sasaran.[2]